POSTED IN
Blog
WRITTEN BY
Handoko Lun
DATE
Kini, semakin banyak brand yang mengintegrasikan iklan inklusif di dalam strategi marketing-nya. Salah satu kasus yang dapat dijadikan sebagai contoh adalah kampanye digital yang dilakukan oleh L’Oreal. Dengan semakin banyaknya brand yang berupaya untuk lebih inklusif, konsumen pun semakin mengedepankan produk-produk yang selaras dengan value yang mereka pegang teguh.
Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan besar memiliki andil yang besar untuk membentuk perilaku konsumen. Berdasarkan laporan dari Salesforce Ethical Leadership and Business, dari 2400 responden yang disurvei, 90% mengatakan bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki tanggung jawab untuk membentuk dunia yang lebih baik.
Pengaruh Iklan Inklusif Pada Perilaku Konsumen
Ipsos melakukan sebuah survei kepada responden berdasarkan 12 kategori berikut: identitas gender, usia, bentuk tubuh, ras/etnis, budaya, orientasi seksual, warna kulit, bahasa, agama, keadaan jasmani, status sosio-ekonomi, dan penampilan. Melalui survei tersebut, ditemukan bahwa 64% penduduk Amerika Serikat cenderung mengambil tindakan setelah melihat sebuah iklan yang mereka anggap inklusif.
Berikut adalah pengaruh iklan inklusif pada konsumen berkulit gelap.
- 69% lebih tertarik untuk melakukan pembelian.
- 69% lebih terdorong untuk proaktif mencari brand dengan iklan yang inklusif.
- 67% lebih tertarik untuk berinteraksi dengan iklan.
- 65% akan merekomendasikan suatu brand kepada orang lain.
- 66% akan kembali membeli produk dari suatu brand.
Berikut adalah pengaruh iklan inklusif pada konsumen LGBTQ.
- 71% lebih tertarik untuk berinteraksi dengan iklan.
- 71% lebih percaya pada suatu brand.
- 68% lebih tertarik untuk melakukan pembelian.
- 67% merasa lebih positif terhadap suatu brand.
Namun, apakah dengan menempelkan atribut-atribut inklusif saja cukup? Tidak. Ada hal yang lebih penting dari itu: autentisitas.
Autentisitas Adalah Kunci
Perlu diingat bahwa inklusi bukanlah sesuatu yang harus dipaksakan. Autentisitas atau kesungguhan adalah faktor yang membentuk persepsi konsumen.
“Dengan menjadi pasar yang kamu cari, maka jarak kultural antara tim dan pasar juga akan berkurang.”
Del Johnson, Backstage Capital
Seperti yang disebutkan sebelumnya, sebuah iklan tidak bisa dianggap inklusif dan relevan dengan menampilkan atribut-atribut dan gestur bersangkutan saja. Upaya inklusif harus dilakukan dengan kesungguhan, empati, dan konsistensi.
Sejatinya iklan yang paling efektif dan impactful adalah yang beresonansi dengan audiensnya dengan positif. Alhasil, iklan yang seperti itu bisa meningkatkan persepsi publik terhadap brand, efektivitas brand, dan loyalitas konsumen secara signifikan.
Buatlah Iklan Inklusif yang Penuh Autentisitas
Jadi, apa yang dibutuhkan brand untuk membuat iklan yang inklusif dan relevan bagi audiensnya? Autentisitas, konsistensi, dan empati. Dengan menerapkan value tersebut secara internal terus-menerus, perilaku konsumen yang sesuai dengan value-value yang mendukung terciptanya dunia yang lebih baik pun bisa terbentuk.
Perubahan menuju dunia yang lebih inklusif dan merayakan keberagaman tidak bisa terjadi dalam satu malam dan dilakukan oleh individu-individu kecil. Entitas besar seperti perusahaan juga turut memiliki tanggung jawab untuk membawa masyarakat menuju dunia yang lebih baik. Perlu diingat bahwa perubahan itu tidak hanya datang dari diri sendiri, tapi juga dari atas ke bawah. Dari produsen ke konsumen.
Tunjukkan kesungguhanmu kepada audiens untuk mengubah dunia ke arah yang lebih baik dengan menerapkan value-value tersebut di dalam diri. Tunjukkan bahwa inklusi bukan ilusi.