Kiat-Kiat Praktik Inclusive Marketing

POSTED IN

Blog

WRITTEN BY

Handoko Lun

DATE

Inclusive marketing bukan lagi sekadar buzzword, melainkan strategi yang penting jika bisnismu ingin merangkul kelompok demografis yang luas dan membangun brand loyalty. Dengan menerapkan strategi-strategi yang tepat, inclusive marketing dapat memberikan dampak yang nyata.

Namun, bagaimana dengan praktik nyatanya? Tentu tidak semudah itu. Lantas, praktik inclusive marketing seperti apa saja yang harus diperhatikan dalam penerapannya?

Common mistakes dalam praktik inclusive marketing

Ilustrasi check list (Glenn Carstens-Peters/Unsplash)
Ilustrasi check list (Glenn Carstens-Peters/Unsplash)

Pada praktiknya, ada beberapa “jebakan” inclusive marketing yang harus diperhatikan. Brand yang kurang menganut nilai inclusivity biasanya lebih rawan terjerat “jebakan” ini.

1. Sekadar mencentang check list

Walau memang benar bahwa ada hal-hal yang diperlukan pada praktiknya, menerapkan inclusive marketing dalam strategi pemasaran bukan sekadar memenuhi standar-standar inklusif tertentu.

2. Tata bahasa dan gaya komunikasi yang dipaksakan

Seperti DNA, gaya komunikasi biasanya merupakan bagian yang kuat dari identitas suatu brand. Sudah saklek, sulit diubah. Upaya yang dipaksakan pun akan terkesan tidak autentik dan melenceng dari brand personality yang sudah dibentuk sejak awal.

3. Tidak sensitif terhadap konteks dan keadaan

Bahkan Facebook dan Dove juga pernah terjerumus, lho. Salah satu kasus yang paling terkenal adalah iklan yang dibuat oleh Facebook untuk Dove body wash. Iklan tersebut menggambarkan perempuan berkulit hitam yang bertransformasi menjadi perempuan berkulit putih setelah menggunakan produk tersebut.

4. Terlalu berusaha dan berlebihan

Sesuatu yang berlebihan itu memang tidak pernah baik. Dalam kasus ini, empati dan keprihatinan yang berlebihan justru dapat membuat brand menjadi tidak genuine dalam praktiknya.

Langkah konkret menuju inclusive marketing

Ilustrasi taking notes (David Travis/Unsplash)
Ilustrasi taking notes (David Travis/Unsplash)

Menjadi inklusif itu membutuhkan kesungguhan yang kuat. Tapi, kesungguhan tanpa langkah konkret pun jadi mustahil. Oleh karena itu, untuk menghindari jebakan-jebakan tersebut, ada beberapa hal yang bisa langsung dipraktikkan dalam strategi marketing-mu.

1. Angkat kisah yang mengusung inclusivity

Dengan mengangkat kisah-kisah yang menekankan pentingnya inklusi dan kesetaraan dalam kehidupan masa kini, audiens akan semakin merasakan kesungguhan yang dimaksudkan oleh brand-mu. Tapi, perlu diingat bahwa kisah yang diangkat harus selaras dengan produk yang kamu jual.

2. Seimbangkan jangkauan inklusi dalam materi marketing dan storytelling

Pastikan materi marketing dan storytelling yang sudah kamu siapkan dapat mencakup kelompok demografis dengan latar belakang berikut.

  • Suku, agama, ras, dan antargolongan
  • Usia
  • Status sosio-ekonomi
  • Difabel
  • Bentuk tubuh
  • Identitas gender
Ilustrasi inclusive marketing (Alena Darmel/Pexels)
Ilustrasi inclusive marketing (Alena Darmel/Pexels)

3. Seimbangkan penggunaan foto agar lebih beragam

Daripada memisahkan penggunaan foto dan kisah laki-laki dan perempuan, coba baurkan polanya di media sosial atau website agar tidak terkesan mengelompokkan atau bahkan memisahkan satu gender dari gender lainnya.

4. Tetap netral dan hindari bias dalam komunikasi

Tata bahasamu, dalam hal kata ganti gender misalnya, dapat ditafsirkan sebagai condong kepada salah satu pihak oleh kelompok orang tertentu. Pastikan tata bahasa yang digunakan bersifat gender neutral agar mencakup semua kalangan gender.

5. Dapat diakses dengan mudah

Website suatu brand harus mudah diakses sesuai dengan ketentuan berikut.

  • Perceivable
  • Operable
  • Understandable
  • Robust

6. Inklusif secara visual

Inklusi lewat narasi saja tidak cukup. Tampilkan juga foto dan video yang mencerminkan inclusivity dan kesetaraan untuk mencakup semua kalangan demografis.

7. Terbuka terhadap feedback dan perubahan

Pada praktiknya, menjadi inklusif juga berarti berani mendengar feedback dan terus membenahi diri. Bagaimana bisa menjadi lebih baik jika kita terlalu self-centered dan selalu merasa benar?

Inclusive marketing ada di dalam genggaman

Membentuk brand menjadi inklusif itu memang sulit. Tapi bukan tidak mungkin. Kalau ingin brand-mu menjadi lebih inklusif, pastinya adjustment akan diperlukan. Terapkan hal-hal di atas untuk benar-benar menjadi inklusif. Niscaya, inclusive marketing telah di dalam genggaman kamu.

Sebagaimana yang sudah pernah disebutkan sebelumnya, memang authenticity adalah kunci, tapi langkah yang konkret adalah pintunya.

Related Readings